Cari Blog Ini

Senin, 20 September 2010

Mengenal Beberapa Metode Pengukuran Jarak


metode pengukuran jarakMengenal Beberapa Metode Pengukuran Jarak

Pengukuran merupakan awal dari pekerjaan pemetaan. Penentuan bentuk kerangka dasar pemetaan yang sesuai dengan kondisi di lapangan menentukan pula cara penyelesaian pengukuran itu sendiri. Ada berbagai kerangka dasar pemetaan yang dikenal diantaranya :

  • Triangulasi
  • Trilaterasi
  • Rangkaian segitiga
  • Jaringan segitiga
  • Pemotongan kemuka dan kebelakang
  • Poligon

Pemakaian bentuk poligon lebih banyak digunakan dibandingkan dengan yang lainnya karena ada beberapa keuntungan diantaranya :

  • Bentuknya dengan mudah dapat disesuaikan dengan daerah yang akan dipetakan.
  • Pengukuran sederhana
  • Peralatan mudah didapat
  • Perhitungan mudah

Beberapa macam poligon didasarkan atas kriteria tertentu diantaranya yaitu :

Atas dasar titik ikat

  • Poligon terikat sempurna
  • Poligon terikat sepihak
  • Poligon bebas (tanpa ikatan)

Atas dasar bentuk

  • Poligon terbuka
  • Poligon tertutup
  • Poligon cabang

Atas dasar alat yang digunakan

  • Poligon theodolit (poligon sudut)
  • Poligon kompas (poligon arah)

Atas dasar penyelesaian

  • Poligon hitungan (numeris)
  • Poligon grafis

Atas dasar tingkat ketelitian

  • Poligon tingkat I
  • Poligon tingkat II
  • Poligon tingkat III
  • Poligon tingkat IV (lebih rendah)

Atas dasar hirarki dalam pemetaan

  • Poligon utama
  • Poligon cabang

Mengenal Poligon Kompas

Pada poligon kompas alat theodolit yang digunakan dilengkapi dengan kompas. Berbeda dengan poligon sudut yang harus diukur setiap titik poligonnya, karena sudut-sudut tersebut dipakai untuk mencari sudut jurusan dari sisi-sisi poligon berikutnya.

Pada penggunaan theodolit kompas, setiap arah yang dibidik akan terbaca sudut jurusannya (azimut kompas). Sehingga pada gambar di bawah ini kita memasang alat di titik 1, kemudian membidik titik 2 maka akan mendapatkan sudut jurusan a12 dan kemudian alat ukur kita pindah ke titik 2 dan dari titik 2 kita bisa membidik titik 1 dan 3. Maka kita sekaligus mendapatkan dua jurusan yaitu a23 dan a21. Karena kita mempunyai data a21, maka dengan sendirinya bisa menghitung a12 = a21 - 180° . Sehingga kita tidak perlu memasang alat ukur di titik 1.

Lihat gambar berikut ini :

poligon kompas

Demikian selanjutnya kita tidak perlu memasang alat di titik 3, tetapi dari titik 2 langsung ke titik 4, sebab dari titik 4 kita bisa membidik titik 3 untuk mendapatkan sudut jurusan a43 dan dari padanya kita bisa menghitung a34. Dengan demikian apabila poligon diukur dengan kompas maka kita tidak perlu mengukur dari setiap titik poligon, tapi dapat diukur dengan berseling satu titik (metode lompat kijang), misalnya dari titik 2 ke titik 4, ke titik 6 dan seterusnya.

Pengikatan Hasil Ukuran

Hasil ukuran titik-titik di lapangan harus diikatkan pada titik-titik kontrol yang telah diketahui sistem koordinatnya, atau apabila tidak ada cari titik-titik markant seperti pertigaan sungai, pertigaan jalan.

Apabila memungkinkan di lapangan terdapat beberapa titik kontrol maka sebaiknya hasil ukuran diikatkan di titik awal pengukuran dan titik akhir pengukuran, sehingga terikat sempurna. Untuk pengukuran ikatan dapat dibantu dengan alat ukur GPS.

Cara :Buat poligon ikatan dari titik pengukuran yang akan diikatkan ke titik ikat, Apabila titik yang menjadi ikatan belum diketahui koordinatnya, gunakan GPS untuk mendapatkan sistem koordinat di titik tersebut. Untuk pengontrolan ukuran pengukuran GPS dapat dilakukan di titik yang diikatkan dan di titik yang menjadi titik ikat.

PENGUKURAN JARAK SISTEM STADIA (TACHIMETRI)

Yang dimaksud dengan sistem stadia yaitu apabila pada teropong terdapat benang stadianya, yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Pada pengukuran dilapangan teropong digunakan dalam keadaan miring dengan kemiringan a terhadap bidang mendatar yang melalui sumbu II teropong.

Adapun Rumus untuk menghitung jarak dimana kondisi teropong miring yaitu :

D = B cos h + A .Y Cos2 h

(B cos h) merupakan konstanta penambah pada teropong miring, besarnya kecil sekali, sehingga diabaikan. Bahkan pada alat-alat yang ada konstanta penambah sudah diset menjadi nol. Sehingga :

D = A .Y Cos2 h

Dimana

  • D = jarak datar
  • A = konstanta pengali ( dibuat nilai 100 oleh pabrik)
  • Y = selisih benang atas (ba) dan benang bawah (bb)
  • h = sudut helling/ kemiringan teropong

Hal yang perlu diingat :

Pada bacaan yang kita baca pada piringan vertikal yang terbaca adalah sudut zenith, sehingga sudut helling didapat dengan mengurangkan bacaan sudut zenith tersebut sebagai berikut, lihat ilustrasi :

sudut zenith elevasi dan depresi

Tapi apabila kita menggunakan langsung sudut zenith terhadap hitungan maka rumusnya menjadi :

D = A .Y Sin2 z

PENGUKURAN JARAK SISTEM TANGENSIAL

Sistem ini dipakai karena teropong yang tidak mempunyai benang stadia, sehingga rambu hanya dibaca benang tengahnya saja. Untuk itu dilakukan pembacaan ke rambu minimal dua kali dengan sudut miring yang berbeda. Sistem tangensial pun dapat dilakukan pada theodolit yang teropongnya memiliki benang stadia.

pengukuran jarak sistem tangensial

Keterangan gambar :

  • DAB : jarak datar AB
  • T : tinggi alat
  • E : perpotongan bidang datar melalui sumbu II dengan garis gaya berat melalui B
  • Bt1 , Bt2 : pembacaan rambu (benang tengah)
  • a1,a2 : sudut miring teropong
  • S : Bt1 - Bt2 (selisih pembacaan antara 2 benang tengah)

Dari gambar didapat hubungan sebagai berikut :

Bt1- E = DAB . tg a1

Bt2- E = DAB . tg a2

S = DAB (tg a1- tg a2)

Sehingga jarak dapat dihitung dengan rumus :

rumus sistem tangensial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar